Perdagangan Besar Farmasi atau PBF adalah istilah yang penting dalam dunia industri farmasi. Istilah ini mengacu pada peran suatu pihak yang sangat penting di dalam sistem distribusi farmasi. Tugasnya tidak sesederhana yang dibayangkan, bahkan memiliki ketentuan dan syarat khusus.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 1148 tahun 2011, PBF yaitu perusahaan atau badan hukum yang mempunyai izin untuk pengadaan, penyimpanan, hingga penyaluran obat maupun bahan obat dengan jumlah besar.
Jika dilihat dari jenis barang yang didistribusikan, terdapat 2 (dua) macam PBF, yakni PBF Obat dan PBF Bahan Baku Obat. Sementara jika didasarkan pada cakupan areanya, dikenal istilah PBF Pusat dan PBF Cabang.
Untuk mendapatkan izin sebagai PBF, pihak perusahaan sebagai pemohon wajib memenuhi sejumlah persyaratan. Mulai dari badan hukum PT/Koperasi, mempunyai NPWP, memiliki gudang penyimpanan berikut perlengkapan khusus, hingga menyediakan ruang obat yang terpisah.
Dikarenakan PBF adalah perusahaan yang berhubungan dengan bidang kesehatan, maka dalam praktiknya PBF mempunyai sejumlah ketentuan khusus. Ketentuan yang diatur dalam Permenkes Nomor 34 Tahun 2014 inilah yang akan mendukung setiap aktivitas distribusinya:
PBF pusat dan PBF cabang hanya bisa mengadakan, melakukan penyimpanan, serta menyalurkan obat atau bahan obat dengan syarat mutu sesuai ketetapan menteri;
PBF bisa melaksanakan pengadaan obat yang didapatkan dari industri farmasi atau sejenis.
PBF hanya dapat menjalankan pengadaan bahan obat-obatan dari industri farmasi, PBF lainnya atau melalui jalur import;
Pengadaan bahan-bahan obat dengan jalur import harus dilaksanakan sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan;
Pengadaan obat atau bahan obat oleh PBF cabang hanya dapat dilaksanakan dari PBF pusat.
Dalam pengadaan obat atau bahan obat, PBF harus menyertakan surat pesanan yang ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab yang mencantumkan nomor Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA)
Selain beberapa ketentuan tersebut, perusahaan PBF maupun PBF cabang tidak bisa menyalurkan obat kepada sembarang orang. Dengan begitu, obat atau bahan-bahan obat tersebut tidak disalahgunakan. Adapun sejumlah ketentuan penyaluran obat tersebut yakni kepada:
Pedagang Besar Farmasi lain.
PBF Cabang lain.
Fasilitas pelayanan farmasi seperti apotek, puskesmas, klinik, toko obat, hingga instalasi farmasi rumah sakit.
Pemerintah (apabila dibutuhkan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku).
Lembaga ilmu pengetahuan.
Dalam bidang distribusi farmasi, PBF adalah komponen yang penting untuk penyaluran berbagai obat maupun bahan obat-obatan secara legal. Tentunya, ada beberapa tugas penting yang harus dilakukan oleh PBF, di antaranya:
Setelah diproduksi, obat wajib disimpan terlebih dahulu sebelum diedarkan ke konsumen. Hanya saja, diperlukan tempat yang tepat dan tidak sembarangan dalam menyimpan obat-obat tersebut. Dengan begitu, obat akan tetap aman dan tidak terkontaminasi hal-hal yang memengaruhi kualitas obat. Untuk itulah, PBF menjadi tempat sentral dari produsen obat-obat tersebut. Selain memiliki wewenang dalam pengadaan obat, PBF harus dapat menjadi tempat penyimpanan obat yang berstandar sehingga tetap layak untuk disalurkan dan dikonsumsi ke masyarakat atau lembaga. Oleh karena itu, setiap PBF mempunyai apoteker dengan tanggung jawab memastikan proses penyimpanan serta distribusi sesuai peraturan dan undang-undang yang berlaku. Pihak PBF juga wajib melakukan pendataan secara akurat dan transparan mengenai stok obat yang disimpan.
Salah satu tugas PBF adalah memastikan bahwa penyaluran atau pendistribusian produk-produk farmasi seperti obat dapat dilakukan secara optimal. Distribusi tersebut dilakukan ke berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti apotek, rumah sakit, toko obat dan sebagainya.
Dengan demikian, petugas kesehatan dan masyarakat umum dapat memperoleh akses yang mudah untuk mendapatkan obat-obatan tersebut. Hal tersebut juga dapat memastikan supaya suplai obat bisa berjalan secara baik dan teratur.
Tersedia apoteker yang ada di PBF diharapkan akan muncul pengawasan yang lebih ketat mengenai kualitas penyimpanan obat. Dengan demikian, semua aktivitas yang berkaitan dengan farmasi dapat disesuaikan dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Hal ini diharapkan juga akan mengamankan terjadinya penyalahgunaan obat-obatan yang beredar. Terlebih saat ini, banyak obat-obat terlarang yang ada di tengah masyarakat. Jika peran PBF kurang maksimal, peredaran obat akan masif dan merugikan banyak pihak.
Selain itu, ada berbagai macam tantangan pada proses distribusi produk-produk farmasi di Indonesia. Mulai dari jumlah produk yang sesuai permintaan, kualitas yang sesuai dengan standar, hingga pengiriman yang tepat dengan biaya yang terjangkau. Di sinilah peran PBF untuk menghadapi tantangan di dunia farmasi tersebut.
Salah satu peran lain dari PBF adalah terkait dengan distribusi obat. Seperti yang sudah terjadi selama ini, rantai pasokan dalam bidang farmasi adalah hal yang kompleks. Dengan adanya PBF, diharapkan jalur distribusi produk farmasi lebih maksimal.
Kinerja PBF pusat dan cabang yang optimal tentu dapat membuat mereka lebih menguasai jalur distribusi produk-produk farmasi ke seluruh Indonesia. Dengan demikian, produk kesehatan seperti obat dan bahan-bahan obat bisa sampai ke tangan pelanggan dengan aman dan tepat,
Tugas lain dari PBF yang juga harus diketahui yakni membuat laporan. Adapun laporan yang dibuat terdiri dari laporan pengadaan, penyimpanan, hingga penyaluran produk farmasi. Berbagai laporan tersebut harus dibuat secara maksimal agar dapat dipertanggungjawabkan.
Seperti halnya perusahaan kebanyakan, terdapat proses audit yang akan dilakukan dalam periode tertentu. Berbagai laporan yang telah dibuat tersebut sudah pasti harus ditunjukkan kepada auditor sehingga dapat diketahui apakah semua proses yang selama ini dilakukan sudah optimal.
Guna menghindari berbagai kerugian akibat kesalahan dan penyimpanan produk farmasi, PBF sudah pasti harus menjalankan prosedur khusus dalam menjalankan usahanya. Salah satunya dengan menerapkan prosedur first expired, first out dalam sistem penyimpanan produk obat dan bahan obat.
Melalui prosedur ini, PBF akan memberikan perhatian lebih terhadap tanggal kadaluwarsa suatu produk. Dengan demikian, PBF akan mengelompokkan, mendistribusikan, hingga menjual produk-produk yang mendekati tanggal kadaluwarsa terlebih dahulu.
Selain itu, prosedur PBF juga dilakukan pada saat pengiriman, yakni dengan menerapkan prinsip CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). Dengan prosedur ini, PBF akan melakukan pengiriman secara langsung maupun memanfaatkan layanan pihak ketiga dengan standar mutu yang tinggi.
Pada dasarnya, cara kerja bisnis ini tidak jauh berbeda dengan bisnis kebanyakan. Akan tetapi, prosedurnya harus jelas dan optimal karena PBF berhubungan langsung dengan proses pengadaan, penyimpanan, serta pendistribusian obat-obatan ke berbagai usaha farmasi.
Itulah beberapa hal mengenai PBF yang wajib Anda ketahui. Seperti yang sudah disampaikan, PBF adalah tugas yang sangat penting dalam pendistribusian farmasi. Jika Anda ingin membentuk perusahaan atau badan hukum farmasi, tentu harus menyiapkan semua persyaratan dengan baik.